Minggu, 29 April 2012

^Surat Cinta dalam Almari Ummi^


Hari ini aku membersihkan almari Ummi yang usang itu. Berkali-kali aku bilang pada Ummi untuk membuangnya saja, sebab almari itu sudah tak sedap di pandang mata. Lagipula, aku sudah membelikan almari baru untuk mengganti almari pakaian Ummi dengan ukiran kayu yang lebih bagus. Tapi Ummi bersikukuh untuk mempertahankan almarinya.
 
“Ini lemari zamannya Ummi masih muda. Barang pertama yang di belikan Abimu waktu pertama menikah.” Jawab Ummi bernostalgia. Yah, aku jadi tidak tega membuang kenangan Ummi ini, walau setiap kali melihatnya aku jadi ingin memindahkannya. Tak apik dengan gaya kamar Abi dan Ummi yang baru aku rombak beberapa hari lalu.


  Ummi dan Abi sedang tidak ada di rumah untuk dua minggu, pergi menjenguk Ali di Cilacap. Ini saatnya aku membersihkan almari Ummi. Sebagai seorang arsitek dan ahli tata ruang, aku ingin menyulap setiap sudut rumah ini menjadi indah dan nyaman-termasuk menserasikan barang-barang-. Sudah lama aku tidak membersihkan rumah, mungkin empat tahun sudah saat aku berangkat sekolah ke Jepang. Sekarang aku ingin memberi kado kecil pada Ummi, menyulap kamarnya menjadi lebih indah.

  Aku mengeluarkan baju-baju Ummi dari almari. Gamis, kebaya, dan tapis lama terbungkus rapi di gantungannya. Tiba-tiba mataku menangkap sebuah amplop berwarna biru muda yang lembut dengan pita berbentuk bunga terjepit di sudut lemari. Ku buka amplop itu. Sebuah surat…

Surat untuk buah hatiku

Sayangku… Tak akan ku sangsikan, engkaulah nantinya separuh dari nyawaku. Kau yang akan jadi pelipur lara dan doa-doa di setiap malam panjangku. Kan ku habiskan air mataku untuk memohon kebaikan untukmu, agar kelak kau jadi soleh/soleha. Siapapun namamu nanti, kaulah buah hatiku. Tak usah kau pikirkan apakah namamu akan terdengar indah. Yakinlah bahwa Ummi dan Abi mu akan memberikan nama yang mulia padamu. Seperti harapan kami akan kemuliaan yang nanti menghampirimu...

Sayangku, Tak perlu cemaskan apakah aku kan mencintaimu, Sungguh, dari sekarang, cintaku sudah penuh untuk dirimu. Aku sering membayangkan bagaimana kelak kau tumbuh dalam perutku, kau akan membesar dan mulai memberatkan badanku. 
Aku akan mulai tertatih-tatih berjalan. Aku akan sulit untuk berlari, berpergian jauh, duduk ataupun tidur. Tapi aku tidak peduli, karena aku sungguh merindukan kehadiranmu. Karena kau adalah sepenuhnya cintaku. Separuh nyawaku kan ikut bersama saat kau lahir. Melihatmu membuka mata untuk pertama kalinya di dunia, mendekapmu, menciummu… aah, tak masalah untukku kesakitan saat mengandungmu. Sungguh tak masalah. Maka, aku harus mulai berhati-hati saat itu. Aku harus menjaga makanku, agar kau sehat di perutku. Aku harus banyak minum susu, untunglah Ummi mu ini suka dengan susu. Aku juga akan berhenti tidur malam, kebiasaan ku remaja sekarang. Aku akan ikut senam biar posisimu aman dan aku mudah melahirkanmu. Dan kau tak usah mencemaskanku, aku sungguh mencintaimu.

Nanti, saat takdirmu tuk muncul di hadapanku, itu kan jadi hari paling bersejarah bagi Ummi dan Abimu. Aku akan berusaha sekuat mungkin untuk melahirkanmu. Segala kesakitan itu akan ku tahan karena aku ingin melihatmu, ingin memelukmu, menimangmu, membesarkanmu dengan segenap cintaku. Maka ketika dokter akan membantuku, aku akan berteriak padanya, “Dokter, bantulah aku melahirkan anakku dengan selamat”. Yakinlah, itu akan aku katakan kelak. Atau mungkin, Abimu duluan yang akan mengatakan untuk menyelamatkan kita berdua. Ia pasti akan sangat cemas saat itu. Keringatnya pasti jatuh membasahi badannya. Ia akan mulai mondar-mandir, atau duduk diam sambil berdo’a pada Allah Yang Maha Pengasih agar kita berdua diselamatkan. Jadi tenanglah, Ummi dan Abimu akan berusaha yang terbaik agar kau lahir dengan selamat.

Sayangku, Saat kau telah berada dalam pelukkanku, akan kutimang hingga kau tidur. Akan ku dekap hingga kau nyaman. Akan ku nyanyikan lagu nina bobo kesukaanmu. Ku ayun-ayun, ku belai-belai, ku beri kau makanan terbaik di dunia, asi. Tak akan ku hentikan hingga kau kenyang, hingga kau tumbuh besar dalam timanganku. Lalu kau mulai berceloteh tentang banyak hal. Tak bisa ku bayangkan betapa senangnya saat pertama kali kau memanggiku, “Ummi…Ummi…”. Lalu Abimu akan cemberut dan menghampirimu dalam gendonganku lalu memaksamu untuk memanggilnya “Abi”. Tidak beberapa lama, kau akan memanggil namanya. Tak bisa ku bayangkan betapa harunya dirinya saat itu. Sedangkan kau hanya tertawa-tawa kecil dalam linangan air mata syukur kami.

Sayangku, Tak bisakah kau rasakan cinta sejatiku ini? Aku sudah memupuknya dari sekarang. Aku sudah berjanji kan memberi yang terbaik yang aku bisa, jauh sebelum kau lahir. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri. Tidak akan ku biarkan kau kekurangan cintaku.
Sayang, seandainya kau tahu aku senang bekerja, aku senang meniti karirku, maka ketahuilah dengan benar, aku akan meninggalkannya seandainya kau dan Abimu memintanya. Memintaku tuk menghabiskan waktuku membesarkanmu. Aku tahu itu akan sangat berat… tapi aku sangat ingin kau bahagia.

Sayang, seandainya kau tahu kalau saat ini aku tak pandai memasak, maka ketahuilah, aku akan belajar masak. Aku ingin menyiapkan makanan yang kubuat dari tanganku. Akan kusuapi kau hingga besar dengan setiap do’a kan kebaikkanmu saat kau melahap makanan dari tanganku.
Sayang, seandainya kau tahu kalau saat ini bacaan Qur’anku masih berantakan, maka ketahuilah, aku akan belajar dari sekarang. Aku ingin mengajarimu kelak sepenuh hatiku. Aku kan jadi imam sholatmu ketika Abimu sedang tak di rumah. Maka kita akan merindukan suara merdu lantunan ayat suci dari Abimu. Tapi tak masalah, aku akan berusaha memerdukannya untukmu, hingga kau tetap senang mendengar lantunan ayat Qur’an di manapun kau berada.
Lantas, apa lagi yang kau risaukan buah hatiku? Kau akan tumbuh dalam cintaku yang besar dan tak terputus.
Maka berjanjilah kau satu hal, berjanjilah untuk berdo’a mulai dari sekarang. Berdo’alah agar Abimu seperti Abi yang kita berdua harapkan.
Berdo’alah supaya Abimu bukan pria sembarangan. Siapapun Abimu kelak, berdo’alah agar ia akan selamanya mencintaiku dan dirimu dalam semua keadaan.
Bantu aku berdo’a agar kau memiliki Abi yang Soleh, yang mampu mengimami kita semua.
Yang setiap senyumnya membawa kedamaian dan setiap marahnya mengarah pada kebaikan.
Pemuda yang ikhlas dan pekerja keras. Memiliki tekad yang kuat dan cinta damai jauh dari kekerasan.
Bantulah aku berdo’a sayang, agar Abimu bisa jadi kebanggaan kita semua. Kelak, ia yang akan menemani Umimu saat menunggumu datang ke perutku, ia akan ikhlas memerhatikan keselamatan aku dan kau yang terlelap di perutku. Ia yang akan tetap mencintaiku walau berat badanku bertambah karenamu, yang akan ikut menjagamu sepenuh hati. Dialah yang akan selalu berusaha keras membahagiakan kita semua. Jauh sebelum ia hidup bersamaku, ia telah memikirkan kebahagiaan kita semua. Dalam letihnya bekerja, ia tak lupa berdo’a di tengah malam untuk kebahagiaanmu, agar kau jadi anak soleh/soleha.
Ia yang akan mengajari kita banyak hal tentang agama, mengenal Tuhan kita yang kita rindukan. Ia yang akan membentangkan jalan dan menelusuri bersama jalan menuju syurga.
Mungkin nanti, ia juga yang akan jadi sandaranku saat aku menangis akan tingkahmu. Ia yang akan selalu menyemangatiku untuk selalu jadi yang terbaik bagimu.
Ia juga yang tak putus mencintaiku walau wajahku telah keriput di makan usia, atau tubuhku gendut setelah melahirkanmu. Ia akan terus bersamamaku hingga kelak kau pergi meninggalkan kami dan meniti hidup barumu.
Sayang, kau yang di atas sana, ayo kita berdo’a bersama. Berdo’alah agar Allah memberikan Abi yang terbaik untuk kita semua. Agar kelak kita bisa berkumpul dalam kebahagiaan dan selalu bersyukur akan cintaNya.
Dari aku, calon Ummimu.
Aku menutup surat itu dengan linangan air mata. “Ummi… Ummiku tersayang... aku yakin, sebelum aku masuk dalam perutmu, aku juga ikut berdo’a bersamamu… Aku tak pernah meragukan cintamu padaku, pada Ali adikku, juga pada Abi kebanggaan kita.”

Ku masukan kembali amplop itu berserta baju-baju yang tadi aku keluarkan. Ku tutup pelan-pelan almari Ummi, membelainya. Ada berapa banyak kisah cintamu untuk kami Ummi, mungkin lemari ini menjadi salah satu saksi.

****************************

I take it from somewhere, but I forget.
I really admirer this one.
I wish I can learn to be an "Ummi" like ones above. Aamiin...^^