This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 29 April 2012

Itong = Ikhwan Sepotong


Pada zaman dahulu kala (halahh..kayak sejarah aja icon biggrin Itong = Ikhwan Sepotong ) hiduplah dua orang lelaki yang sangat berbeda 180 derajat, sebutlah si Itong dan si Amin. Itong adalah lelaki desa yang kata orang cukup tampan, dengan kecerdasan di atas rata-rata, dan sejak kecil sampai remaja hidup di lingkungan pesantren. Alhasil, Itong telah menjadi idola remaja di kampungnya. Sedangkan si Amin, lelaki biasa yang juga cukup good looking, tapiiii berbanding terbalik dengan namanya, si Amin ini lelaki gaul nan suka menghambur-hamburkan uang orang tuanya. Apalagi ilmu agama, ilmu dunia aja entah nyantol apa enggak di kepalanya yang ditumbuhi rambut jabrik itu.

Jomblo Keren (Edisi Wanita)


Kesendirian adalah saat-saat berharga di mana kita benar-benar mengasah ibadah, kemampuan, kepribadian dan pencarian ilmu yang sebaik-baiknya. Sebagai bekal tatkala kita melepas masa kesendirian.
 
Kesendirian mengajarkan kepada kita, betapa sulitnya medan kehidupan tanpa adanya pendamping. Kita punya keluarga dan kawan-kawan, tapi tidak selalu keluarga dan kawan bisa menemani kegiatan atau keperluan kita. Mendengar hal paling rahasia yang kita simpan. Tapi kesulitan, bukan menjadikan kita lemah dan mencari pegangan yang akan membantu kita guna menjalani kehidupan. Pegangan atau di sebut seseorang yang siap sedia untuk mengantar dan menolong kita namun belum ada ikrar yang menghalalkan hubungan tersebut. Itu hanya akan menjadikan kita makin bertambah lemah.

Ketika Semangat Semakin Sepi



Kulihat sepinya sebuah peradaban
Ketika sepinya kegiatan dibarengi kesepian semangat
Inilah potret para pengemban peradaban
Yang ukhuwahnya sudah mulai memudar
Kulihat gersangnya semangat pewaris kejayaan
Duduk termenung penuh kesenduan
Seakan-akan habis ikut muhasabah seharian
Lantaran sepinya komitmen kedatangan jundi-jundi pilihan
Kulihat generasi pilihan semakin suka menyendiri
Seakan-akan surga untuknya sendiri
Tak peduli lagi dengan keadaan teman seperjuangan
Yang tertatih letih atasi masalah yang ganas menerjang
Kulihat pewaris tahta dakwah mulai lelah
Menanggung beban yang semakin payah
Kulihat nyali jundi-jundi dakwah tak lagi merah
Karena digerogoti nyali putih yang kuat mewabah
Kulihat lisan-lisan tak lagi berkata
Saudaraku ke mana kau melangkah selama ini
Sudah lama ku tak lihat wajahmu di sisi
Adakah beban-beban yang menggelayut di hatimu
Ceritakanlah dan aku akan setia mendengarkannya
Ungkapkanlah boleh jadi aku bisa meringankannya
Atau minimal berat beban di punggungmu terkurangi
Kulihat Hp-hp kita semakin mahal harga belinya
Tapi anehnya semakin murah kegunaannya
Tak lagi hp ini digunakan untuk mengirim sebait taujih
Mengalirkan kesejukan doa untuk sirami hati yang gersang
Mengirimkan secercah cahaya untuk sinari hati yang gulita
Kulihat tangan kita mulai jarang bergandengan
Ku juga mulai melihat kaki jarang berjalan beriringan
Mungkin karena kesibukan yang mulai menggeruskan kebersamaan
Atau keinginan menikmati sepi di tengah keramaian
Kudengarkan curahan hati sebuah masjid
Saudaraku, katakanlah pada yang lainnya
Aku mulai merasa kedinginan dan kesejukan yang meremukkan tulang
Tak ada lagi kebersamaan tamuku yang menghangatinya
Kini tamuku tak betah berlama-lama
Sehabis menumpang shalat mereka segera meninggal kau sendiri
Tak ada lagi tegur sapa di antara tamu-tamuku itu
Bahkan terkadang kudapati sekedar salam pun tak
Sempat diucapkan sesama mereka
Dimana kehangatan ukhuwah mereka dahulu
Saat bersama-sama membersihkan karpet dan lantaiku
Saat bersama-sama saling menanya kabar
Saat bersama-sama mendengungkan lantunan Qur’an
Saat bersama-sama merembukkan suatu persoalan
Kudengarkan kisah mereka yang saling menyalahkan
Tapi tak ada upaya untuk saling membetulkan
Kudengarkan mereka mulai berbicara militansi yang hilang
Tapi tak pernah sungguh-sungguh untuk mengembalikan keadaan
Kudengarkan keluh kesah mereka
Menangisi perubahan keadaan
Kulihat semangat itu mulai kembali menyepi
Sesepi perubahan kehidupan alam saat malam menjelang

^Tamparan yang Menjawab Pertanyaan^



Waktu luang hari ini, bongkar delldy. Men-sortir- data yang tak sudah tak diperlukan. Memilah-milah file yang sudah saatnya masuk Recycle Bin dan merapikan file-file senasib dalam satu folder. Dalam folder notes -file madah- ku menemukan sebuah tulisan yang cukup –maaf- usang karena melihat save date nya 2010. Setelah kubaca ulang, tulisan yang –maaf- usang itu menyibak hikmah yang dalam...-dari sebuah blog-

Bismillah...

Ada seorang pemuda yang lama sekolah di luar negeri, kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencarikan seorang guru agama, kiyai atau siapa saja yang bisa menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut, yakni seorang kiyai.

^Surat Cinta dalam Almari Ummi^


Hari ini aku membersihkan almari Ummi yang usang itu. Berkali-kali aku bilang pada Ummi untuk membuangnya saja, sebab almari itu sudah tak sedap di pandang mata. Lagipula, aku sudah membelikan almari baru untuk mengganti almari pakaian Ummi dengan ukiran kayu yang lebih bagus. Tapi Ummi bersikukuh untuk mempertahankan almarinya.
 
“Ini lemari zamannya Ummi masih muda. Barang pertama yang di belikan Abimu waktu pertama menikah.” Jawab Ummi bernostalgia. Yah, aku jadi tidak tega membuang kenangan Ummi ini, walau setiap kali melihatnya aku jadi ingin memindahkannya. Tak apik dengan gaya kamar Abi dan Ummi yang baru aku rombak beberapa hari lalu.

Dialog Ikhwan (Sok) Stabil Dengan Ikhwan (Agak) Labil


Selepas shalat Zhuhur, para ikhwan tidak langsung beranjak dari masjid. Seperti biasa, mereka saling membentuk kelompok-kelompok kecil dan memperbincangkan banyak hal. Begitu pula yang kini dilakukan akh Simun dan akh Afik di pojok masjid.

“Assalamu’alaikum. Gimana kabarnya, Akhi?”
“Wa’alaikumussalam. Alhamdulillah, akh. Tetap berseri sebagaimana mentari di pagi hari. By the way, ada apa nih, akh? Tumben-tumbennya mukanya kusut begitu.”
“Muka ane emang begini, akh.”
“Betul juga. Terus ada apa, akh?”

Jilbabku Adalah Nilaiku


Sebagai hamba yang masih harus belajar dan seringnya melakukan khilaf, maka dalam tulisan kali ini saya sampaikan beribu maaf atas berbagai pendapat mengenai tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Jilbabku Bukan Nilaiku“. Mungkin karena berbentuk tulisan, maka kadangkala apa yang saya maksudkan menjadi tersamar.
 
Jilbabku Bukan Nilaiku” adalah tulisan yang cakupannya saya sempitkan hanya antara wanita berjilbab, jadi sama sekali tidak bermaksud membenarkan bahwa dengan tidak berjilbab meskipun berakhlaq baik itu sudah cukup.

Dia, Gue, Loe adalah Saudara

Kata sahabat adalah sebuah kata yang menggambarkan ikatan antara seseorang dengan orang lain yang memiliki makna khusus di dalamnya. Biasanya kata sahabat dikenakan untuk seseorang yang dekat dalam kehidupannya, menjadi kawan seperjuangan dalam masanya, menjadi tempat tumpah kisah di dalamnya, menjadi semangat dalam kelemahannya dan menjadi makna kala dalam kehilafnya. Jika dalam lirik lagu Nidji sahabat dikatakan “kau adalah tempatku membagi kisahku kau sempurna jadi bagian hidupku apapun kekuranganmu”.